----- dari email -------
OPINI | 21 December 2011 | 11:553668 33 1 dari 1 Kompasianer menilai aktual
Drama baru kasus perang melawan koruptor kelas dinosaurus akan kembali kita saksikan lagi!
Setelah Menteri BUMN Dahlan Iskan dalam keterangan persnya kemarin (20/12/2011) menginformasikan bahwa ada pihak swasta yang hendak merampas kembali proyek jalan Tol Lingkar Luar Jakarta (Jakarta Out Ring Road / JORR) dari tangan Jasa Marga. Padahal mereka itu dalam kasus proyek jalan tol yang sama telah merampok uang negara sebanyak dua kali dalam jumlah triliunan rupiah. “Sekarang, mereka itu mau melakukannya yang ketiga kalinya. Saya akan lawan sekuat tenaga saya!,” kata Dahlan Iskan.
Siapakah pihak swasta yang dimaksud Dahlan Iskan?
Tidak seperti pejabat tinggi negara lainnya yang biasanya kalau merilis suatu informasi kasus korupsi seperti ini, tidak berani terbuka menyebut nama, atau hanya memberi informasi yang mengambang, Dahlan Iskan tanpa ragu menyebut nama yang dimaksud. Nama itu adalah Djoko Ramiadji, mantan Direktur PT Marga Nurindo Bhakti, yang pernah diperiksa pihak Kejaksaan terkait kasus korupsi di proyek JORR tersebut.
Kronologis perampokan uang negara dalam proyek JORR itu berawal pada tahun 1995. Jawa Pos, 21 Desember 2011, menulis antara lain sbb:
Kasus itu sendiri bermula dari pembangunan JORR ruas Kampung Rambutan-Pondok Pinang, Taman Mini-Cikunir, dan Harbour Road (Tanjung Priok-Pluit) pada 1995. Kontraktor dua proyek itu adalah konsorsium Hutama Yala, perusahaan patungan PT Hutama Karya (Persero) dan PT Yala Perkasa Internasional milik Siti Hardiyanti Rukmana.
Perusahaan tersebut lantas berutang pada BNI Rp 2,5 triliun. Namun, hanya sekitar Rp 1 triliun yang digunakan untuk pembangunan tol. Kredit ini pun akhirnya macet dan aset-aset perusahaan diambil alih oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). “Artinya, mereka merampok uang negara yang sedemikian besar,” kata Dahlan.
Perampokan uang negara kembali terjadi ketika Hutama Karya menerbitkan commercial paper (CP) atau medium term notes (MTN) senilai total Rp 1,2 triliun pada 7 Oktober 1997 untuk membiayai proyek JORR ruas Taman Mini-Pondok Pinang yang dikelola PT Marga Nurindo Bhakti (Djoko Ramiadji-Siti Hardiyanti Rukmana).
Surat berharga tersebut terbit tanpa sepengetahuan komisaris Hutama Karya. Akibatnya, Hutama Karya dibebani utang, padahal uangnya tidak pernah diterima perseroan. “Uangnya juga tidak digunakan untuk membangun tol, tapi jatuh ke oknum-oknum itu juga,” terang Dahlan.
Kejaksaan menyidik kasus tersebut dan akhirnya menjerat Dirut Hutama Karya Tjokorda Raka Sukawati dengan hukuman penjara satu tahun dan penanggung jawab Hutama Yala, Thamrin Tanjung, dengan pidana penjara dua tahun. Kasus ini sempat menjadi kontroversi saat Jaksa Agung M.A. Rahman, ketika itu, menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) untuk tersangka Djoko Ramiadji, pemilik PT Marga Nurindo Bhakti, pada 11 Juni 2003.
Saat ini, kata Dahlan, pihak swasta itu kembali ingin mengambil alih jalan tol yang kini dikelola Jasa Marga. Setelah asetnya disita BPPN, jalan tol tersebut kemudian diserahkan ke pemerintah. Lalu, oleh Kementerian PU diserahkan ke Jasa Marga pada 1998.
Setelah itu, Jasa Marga sebagai pengelola sudah mengeluarkan uang Rp 500 miliar untuk membayar utang-utang pihak swasta serta menambah investasi triliunan lagi untuk menyambung jalan tol tersebut. “Lha, masak sekarang mau diambil lagi. Ini bisa jadi perampokan yang ketiga kalinya. Mungkin mereka ngiler dengan omzet jalan tol itu yang per harinya mencapai Rp 1 miliar. Saya akan lawan ini,” tegasnya.
—
Yang akan dihadapi Dahlan Iskan kali ini bukan hanya lawan berat, tetapi sangat, sangat berat. Karena ini menyangkut langsung nama “tertuduh utama”, Djoko Ramiadji yang adalah besan dari Hatta Rajasa.
Hubungan kebesanan tersebut terjadi dalam pernikahan putra Hatta Rajasa, Mohamad Reza Ihsan Rajasa dengan drg. Oktiniwati Ulfadarah, putri dari pasangan Djoko Ramiadji dan Merinda Rubiyanti, anak pengusaha kosmetik Mooryati Soedibyo.
Pernikahan putra hatta Rajasa dengan Putri Djoko Ramiadji, berlangsung selama 10 hari (28 Mei - 6 Juni 2009) (Sumber: Rizki/RUMGAPRES/jpnn.com)
Pernikahan tersebut sendiri berlangsung sampai 10 hari, yakni dari tanggal 28 Mei sampai dengan 6 Juni 2009. Bisa dibayangkan bahwa betapa istimewanya hubungan kedua keluarga ini.
Hatta Rajasa bukan hanya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, tetapi juga adalah besan dari Presiden SBY, Ketua Umum PAN, dan telah secara resmi dinyatakan oleh PAN sebagai bakal calon presiden 2014. Hatta Rajasa adalah orang yang berada paling dekat dengan lingkaran kekuasaan yang dipegang oleh Presiden SBY, yang juga adalah besannya.
Dahlan Iskan boleh-boleh saja mengatakan bahwa kasus ini tidak ada kaitannya dengan Hatta Rajasa. Tetapi apakah Hatta Rajasa juga akan mengatakan hal yang sama?
Semua orang tahu bagaimana hukum di Indonesia ketika harus berhadapan dengan seseorang yang mempunyai koneksi yang erat dengan pusat kekuasaan.
Apakah kita bisa percaya bahwa kasus hukum Kementerian BUMN vs Djoko Ramiadji ini kelak akan berjalan murni hukum tanpa intervensi dan pengaruh dari pihak besan Djoko Ramiadji tersebut?
Apalagi jika kasus ini sampai melebar ke kasus pidana dan penyidikan oleh Kejaksaan. Apakah Hatta Rajasa akan diam saja membiarkan proses hukum murni berjalan terhadap besannya itu? Ataukah dia akan belajar dari pengalaman SBY dalam “menangani” besannya, terpidana kasus korupsi Bank Indonesia, Aulia Pohan itu?
Besarnya power dan pengaruh kuat seorang Djoko Ramiadji sudah terlihat, ketika dalam proses hukum terhadap dirinya pada 2003. M.A. Rahman, Jaksa Agung waktu itu melakukan tindakan yang kontraversial dan menimbulkan banyak tanya publik, yakni tiba-tiba menerbitkan Surat Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Djoko.
Apakah Basrief Arief, Jaksa Agung yang sekarang akan lebih berani daripada M.A. Rahman untuk berhadapan dengan Djoko Ramiadji (dan bekingnya?)?
Mudah-mudahkan kekhawatiran kita tidak akan menjadi kenyataan, bahwa besan Djoko, Hatta Rajasa akan diam-diam mengintervensi kasus ini. Dengan kekuatan dan pengaruh politiknya saat ini, Hatta Rajasa bisa saja melakukannya, kalau di menghendakinya. Bilamana perlu memanfaatkan juga hubungan kebesanannya dengan Presiden SBY.
Hal yang terburuk akan terjadi, jika SBY dengan kekuasaan yang ada padanuya, misalnya, dengan alasan kesehatan, Dahlan Iskan diberhentikan dari jabatannya sebagai Menteri BUMN.
Semoga hal terburuk seperti ini, atau sejenisnya tidak bakal terjadi dalam kasus perang antara Kementerian BUMN di bawah komando Dahlan Iskan dengan Djoko Ramiadji ini.
Mudah-mudahan kali ini Dahlan Iskan akan sukses mengalahkan perampok uang negara. Seperti suksesnya dia dalam bisnis media massa di Grup Jawa Pos, sebagai Dirut PLN, dan kini sebagai Menteri BUMN.
Mari, kita semua dukung dan doakan! ***